Rabu, 19 Desember 2012 0 komentar

Keluarga, Sahabat dan Impian

Hujan kembali mengguyuri kota ini. Kota yang sudah sekian tahun aku tinggali. Yahh, meskipun sementara rasanya sudah sangat nyaman untuk berlama-lama hidup disini. Yogyakarta, kota yang sangat mirip dengan kota kelahiranku. Nuansa kehidupan yang dapat dibilang memiliki kebudayaan yang sama, keramahan orang-orangnya, dan makanan yang tidak jauh beda dengan yang ada di Solo.

 

Kedua kota yang memiliki tempat sendiri dihati. Solo dengan segala apa yang ada disana mampu membuatku selalu ingin pulang. Pulang berkumpul bersama keluarga untuk melakukan kejailan lamaku yang tentu saja ku tujukan kepada kedua adikku. Hujan kali ini, sungguh sangat mampu membuat rekaman ingatan itu ingin ku ulangi bersama mereka. Aku dengan segala hal yang ku lakukan untuk membuatku sok sibuk agar rasa kangen itu sedikit terkikis nyatanya sia-sia. Kini, sampailah pada titik perasan ingin pulang itu memuncak. Ahh, sudahlah, pasti akan ku usahakan untuk pulang. 

 

Yogyakarta, tempat dimana aku titipkan sejuta impianku untuk berkembang kemudian terwujud. Banyak kulalui hari disini dengan sahabat yang sangat super. Mereka dengan sejuta impiannya masing-masing mampu membuatku tersihir, larut akan usaha untuk mewujudkan impian secepat mungkin. Sahabat dengan segala hal yang ada pada diri mereka masing-masing, tak seubah keluarga kedua. Mereka dengan segala kepedulian dan keahliannya untuk selalu membuat tersenyum diantara kami, seakan membuat kehangatan hubungan kekeluargaan ini semakin menghangat. 

 

Kita tak pernah tau, kapan impian kita akan terwujud. Tapi, ada suatu hal yang ku dapatkan dari kalian, semangat untuk terus berkarya. Karena ada satu hal yang mampu kita perbuat untuk mimpi kita adalah kita tinggal mempercayainya. Seperti keyakinan akan diri kita, bahwa mimpi-mimpi yang sekiranya sulit untuk dicapai dengan kemampuan sekarang pasti akan terwujud suatu saat nanti. Karena kita adalah manusia, bukan seonggok daging dengan segala ornamen yang menempel di tubuh kita. Kita adalah manusia yang mempunyai hati untuk selalu percaya bahwa mimpi-mimpi kita pasti akan terwujud dengan segenap bantuan yang ada didiri kita dan orang disekeliling kita.

 

Alam tempat kita berpijak menyediakan tempat yang sangat luas dan baik untuk kita berkembang sebagaimana kepantasan untuk mendapatkan mimpi-mimpi kita. Alam yang diciptakan oleh Tuhan pastilah mampu memberikan ruang untuk kita memperbaiki kepantasan dan kemampuan untuk mendapatkan keinginan tersebut. Berdoa dengan penuh keyakinan dan berusaha dengan sungguh-sungguh adalah dua kunci yang akan mengantarkan kita pada tiap tangga dikehidupan ini. Aku pernah bermimpi, suatu saat kita bersama-sama berdiri dengan tegap diatas segala mimpi kita. Aku sangat percaya, kita pantas untuk mendapatkannya.

Minggu, 16 Desember 2012 0 komentar

Perjalanan..

Hay blog, adakalanya kesibukan semakin menjadi-jadi. Ritme keseharian mulai diatur. Deadline mulai memeras otak. Kreativitas semakin dikekang. Dan ada satu titik untuk berharap pada suatu hal yang sangat biasa, liburan.

 

Seandainya ada waktu lebih buatku untuk mengisi daya tubuh, akan ku gunakan sebaik-baiknya untuk pergi ke tempat yang sama sekali belum pernah ku injak tanahnya, tuk melihat senyum diwajah orang-orang yang menawarkan kesederhanaan. Menikmati sang alam, mensyukuri segala yang ada dan berbagi. Berbicara dengan orang yang belum pernah ku kenal begitu sangat dinanti. Banyak cerita dari mereka yang ku dapat, bahwa jejak perjalanan terdahulu telah ada, dan aku harus membuat jejak yang baru. 

 

Perjalanan orang lain tidak sama Perjalanan KITA, karena KITA+Proses+Tekad+Doa --> Impian = Perjalanan Kita

 

Kita tidak tahu apa yang terjadi dalam perjalanan nanti. Tapi cinta adalah muaranya kekuatan. Cinta mampu membangkitkan seluruh daya untuk berjuang. Cinta mampu mengadaptasikan diri akan rasa. Aku tahu, bahwa aku harus selalu terus berjalan dan melakukan yang terbaik. Menyeimbangkan mimpi dan realita agar tidak terjatuh. Karena tidak mungkin mengulang untuk memperbaiki apa yang sudah terjadi. 

 

Hidup adalah sebuah perjalanan rasa. Ada kalanya kita diuji akan suatu hal yang benar-benar mampu membuat kita terpuruk. Tapi ingatlah akan mimpi, titik tujuan kita bukanlah saat kita terjatuh. Titik yang seharusnya kita berdiri dengan tegap adalah saat kita bahagia.

 

Dalam perjalanan aku tersadar akan sebuah proses. Dimana orang-orang disekitar kita adalah sumber kekuatan yang menjadikan kita harus berbuat lebih. Proses akan menjadikan seseorang sebagai pemimpin bukan sebagai pecundang. Pemimpin yang akan menjadikan dirinya sendiri menjadi seseorang yang hebat. Berproseslah sebaik mungkin, lakukan hal terbaik yang bisa diberikan kepada orang di sekitar kita. Mewujudkan mimpi tidaklah mudah, tapi mimpi kita haruslah dicapai.

 

~I'am not perfect, but i'am trying my best

Selasa, 27 November 2012 0 komentar

Pantai..kapan ?

Hay blog, akhir-akhir ini lagi pengen banget ni ke pantai. Apa emang dasar akunya ya yang suka sama pantai atau pantai itu ada sesuatunya hingga aku yang lagi dikejar sama deadline tugas malah sempet-sempetnya mikirin mau ke pantai, hmm. 
Ahh, pantai ya? pantai memang sejak dulu selalu dapat memberi suatu sensasi yang berbeda ketika kaki-kaki ini mulai menjejakkan kepasir halusnya. Bermain dengan ombak yang tak ada putusnya. Hamparan pandangan tentang lautan seakan memberikan ruang tersendiri bagi perasaan dan pikiran yang sedang jenuh. Hamparan luas nan damai mampu mendamaikan hati dan pikiran yang tengah goyah dengan keadaan. Kalau boleh dibilang pantai dapat menyadarkan kalau sebenarnya hati dan pikiran itu mampu menampung seluas atau sebanyak apapun hal yang terjadi pada kita. Yah mungkin kejenuhan itu muncul dari keadaan diri kita yang belum mampu megelolanya dengan baik sehingga seakan kita tidak mampu atau terkesan jenuh dengan keadaan yang terjadi.

Sabtu, 08 September 2012 0 komentar

Senyum, kamu

senyum kadang terlupakan, seperti menatap tanpa arah,
senyum yang seharusnya tak membias di sela fajar,

kadang angin seperti tembok menghadang bertumpuk baja,
kaki-kaki tak mau berkelakar melangkah, memberanikan hati menjamu lara,

untuk senyum yang dinanti, lara adalah buah yang telah ranum,
nikmat jikalau telah merasakannya,

senyum di mana kau tertanam,
saat ku mengada-ada ilusimu,

Selasa, 17 Juli 2012 0 komentar

Sepatah Kata Buku, Aku

dengan motif kotak-kotak kau selalu menemaniku,

ku ajak kau berdiskusi tentang ini dan itu,

dan kau tetap saja aneh,

membuatku selalu berpikir ulang saat ku mulai tempelkan ujung pena,

 

kau itu juga pendiam, sama sepertiku,

mungkin kita memang sengaja dipertemukan,

hanya karena keingintahuanku yang terkadang berlebihan,

membuat daftar pertanyaan kelewat akal,

 

mengapa kau selalu dalam saat berfilosofi ?

apa karena warna putih dibalik motifmu itu ?

warna yang sama dengan warna kesukaanku,

warna yang bisa mengekspresikan setiap warna, 

 

ahh.. mungkin saja tidak,

aku dan kau cocok karena sama-sama ingin tahu saja,

tak lebih kan ?

atau sekedar obsesi kita sama,

 

aku takut saat menyadari tujuan kita sama,

takut mengisi tiap lembarmu dengan celotehan konyol,

ku sadar betul isi umurmu tergantung apa yang ku goreskan,

tak mau itu terjadi juga dijatah umur yang ditetapkan untukku,

 

ku pikir.. aku mulai tahu,

hal yang membuat kita bisa sinkron,

sama-sama ingin mengisi dengan hal yang tidak sia-sia,

karena hidup adalah apa yang kita lakukan,

Rabu, 04 Juli 2012 0 komentar

Secangkir Semangat..

Pagi  ini kau tahu aku masih terkulai lemas di salah satu sudut kamar dari ribuan kamar kos di jogja. Memandangi setiap gerak-gerik teman atau sekedar kucing yang berlalu lalang diantara celah daun pintu. Ku lihat lagi ke arah HP, ada pesan singkat dari ibu, menanyakan keadaanku disini. Ibu lah perempuan terbaik di dunia yang selalu memperhatikanku. Tak pernah lewat dari 2 hari, dia selalu menghubungiku tuk sekedar menanyakan keadaanku disini.

Jauh dari segala kesibukannya disana, beliau tak pernah lupa akan salah satu anaknya yang merantau ke tanah orang. Betapa beruntungnya aku memiliki ibu seperti beliau. Meski jauh dari rumah, rasa hangat keluarga masih begitu kental. Menarik hati, agar selalu ingin cepat pulang.

~

Ku buat kopi tuk menemani pagiku. Teringat akan kebiasaan ibu dirumah. Teh maupun susu hangat selalu beliau buat tiap pagi untuk anak-anak dan suaminya. Hal tersebut merupakan bentuk kecil tulus kasih sayang yang beliau berikan untuk keluarganya. Karena dalam segelas minuman tersebut terselip doa-doa yang beliau curahkan untuk memberikan semangat keluarganya dalam melakukan segala aktivitas.

Beliau selalu menekankan pentingnya kasih sayang di dalam keluarga dan pada semua orang. Menghadapi tiap masalah dengan senyuman dan penuh kesabaran. Menjalani kerasnya hidup tanpa pantang menyerah, selalu bangkit dari keterpurukan.

Masih banyak hal yang bisa ku pelajari dari beliau. Kami menyayangimu ibu, dan terima kasih untuk segala hal yang telah engkau berikan.

#Secangkir semangat tuk menghadapi hari ini..

:D

Minggu, 01 Juli 2012 0 komentar

Tentang Malam

Apa Kau tahu tentang apa yang disembunyikan malam? Atau malam yang penuh misteri dibalik kegelapan dan kesunyian yang dihadirkannya. Malam adalah sebagian waktu dari yang kita lalui setiap harinya. Sebagian waktu yang kita habiskan untuk tidur, melepas dari kepenatan. Sebagian waktu yang tak kita sadari juga merupakan separuh usia yang dijatahkan untuk kita mengembara di dunia fana ini.

Malam adalah malam. Malam bukan sekedar waktu yang dikhususkan untuk bulan dan bintang memadu rindu. Bahkan, malam bukanlah kengerian yang seperti banyak dibicarakan orang. Bagiku malam adalah waktu yang menyenangkan. Malam adalah waktu yang selalu ku luangkan untuk mendiamkan diri. Sendiri, bermain dengan harapan dan impian.  

Kau tahu? malam itu bahkan lebih ramai dari yang kau bayangkan. Disaat malam, dunia bagaikan ada pesta yang sangat besar. Tertawalah, tapi itu memang benar. Disaat malam menjelang, keluarlah dari rumah. Cobalah kau menyendiri, termenung kemudian pejamkanlah mata. Hadapkanlah wajahmu ke langit. Hiruplah udara kuat-kuat, kemudian lepaskanlah bersamaan dengan kamu membuka mata. Kau akan tahu sendiri rasanya, tentang keramaian yang ku ceritakan tadi. Kau tidak sendirian di malam ini.

Malam bahkan akan mengajarkanmu tentang sesuatu yang belum kau pahami. Malam akan membukakan matamu tentang kehidupan ini. Malam adalah bentuk kedamaian dari waktu.

Malam itu gelap. Gelap yang akan menerangkanmu dari sisi yang berbeda. Andai kau mempercayainya.

Sabtu, 16 Juni 2012 0 komentar

Kisah Pantai : Awan dan Tanah

Bukan lagi dalam mimpi untuk menemui semua awan sore tadi. Terlihat berkerumunan yang memutih dan indah. Resah atau apalah manusia umum menyebutnya itu, dapat sedikit terkikis. Kau adalah awan tersendiri yang ku nanti di pantai ini. Dan, aku hanyalah tanah yang dibuat istana pasir oleh orang-orang yang sering berkunjung. Menyendiri atau hanya sekedar menikmati pesona pantai ini. Ataukah mereka juga turut selalu menanti hadirmu, awanku. Entahlah. Kalaupun itu benar aku rasa wajar saja.

Hei kawanku yang berkaki empat pasang. Yang juga turut senang menemaniku di sini. Terkadang aku yang tersenyum sendiri ini, melihatmu dengan bangga menunjukan sepasang kaki depan yang telah berevolusi menjadi sepasang capit. Senjata andalannya untuk saling menyapa lawan jenis dari bangsanya. Lihatlah disana, ke arah langit dimana burung-burung camar terbang menjulang. Dapatkah kau temui segumpalan awan putih yang selalu terlihat diam. Seperti mengamati deburan ombak yang tak kunjung henti.

Tadi, ku lihat juga matahari yang senangtiasa bersinar terang. Seolah membawa senyuman tersendiri. Cerah. Dan terlihat menguning ketika akan beranjak pulang. Berakhir petang menyelimutiku. Seolah aku iri padamu, matahari. Kau selalu dapat bersama dengan awan, meski ke mana kau pergi. Ataupun bercengkrama dengan awan dengan asiknya.

Kau tahu awan ?sungguh teramat senang melihatmu selalu di sana. Adanya dirimu selalu membuat diriku terasa sejuk. Karena kau memberikan keteduhan dari sengatan panas sinar matahari.

Terkadang aku berpikir untuk dapat berjumpa denganmu, di daratan bumi ini. Tapi kapan, gumamku dalam hati.

Mungkinkah dirimu akan meluruh menjadi butiran-butiran air. Jatuh sebagai rintikan hujan. Menemani kerinduanku padamu, awan. Seperti teman-temanmu yang ikut jatuh ke daratan gersang ini. Memilih butiran tanah yang mereka inginkan.

Hadirmu di daratan ini, selalu membawa harapan baru untuk kehidupan. Keajaiban yang telah Tuhan anugerahkan padamu sungguhlah sangat luar biasa. Aku dan kamu, awan bercampur tanah. Menjadikan alam ini menjadi hidup dengan aneka ragam makhluk yang ada di atasnya.

Oleh karena itu, awan, datanglah kemari dengan sejuta pesonamu. Aku kan selalu menunggumu disini. Di daratan yang sangat merindukan dirimu.

Kamis, 14 Juni 2012 0 komentar

Mereka Mengajarkan Kita Tentang Kebahagiaan

Sepotong hati kami masih tertinggal disana, di tempat yang seharusnya kami ingat. Sudah berjalan waktu kami tuk melanjutkan harap, tapi siapa sangka kami bernostalgia kembali ditengah kesibukan yang ada. Masa-masa itu, yang pernah kami alami.

Masih terekam dan diputar berulang-ulang oleh otak. Oleh simpul saraf yang terpacu tuk menghubungkannya dengan kejadian masa kecil. Entah bagaimana mereka mengajarkan kami kebahagiaan yang sederhana. Kebahagiaan yang menyederhanakan hidup. Tentang semangat mereka, tentang keceriaan mereka, dan impian yang sangat kuat untuk diyakini.

Pernah aku diceritakan bagaimana ajaibnya mereka oleh salah satu guru."Ini loh nak, namanya Reyhan, dia itu bisa mengerjakan soal-soal ujian kelas 3 padahal dia masi kelas 1 SD", ungkapnya begitu bangga.

Betapa ajaibnya mereka, ditengah keterbatasan yang mereka hadapi, ada beberapa siswanya yang mampu berprestasi. Ya, berprestasi. Menurutku bisa mengerjakan soal-soal 2 tingkat diatasnya sungguh merupakan prestasi yang sangat perlu diberi apresiasi. Dan betapa beruntungnya kita bisa memberikan sedikit lekukan senyum di wajahnya.

Dan ada lagi cerita yang menarik tentang mereka. Salah satunya yang diungkapkan oleh guru yang sama juga,"dia itu unik, namanya Nur, dia itu bener-bener polos. Masak pas di kelas lagi ribut terus saya marah, saya terus nyuruh pulang. Ehh.. ternyata malah pulang beneran, sampai di rumah pula, sampai saya itu khawatir loh, nak". Aku pun hanya bisa terkekeh mendengar ceritanya. Sungguh betapa dunia mereka masih sangat menyenangkan.

Masih ingatkah kalian saat meraka menyalami tangan kita dan kemudian menciumnya sembari mengucapkan,"terimakasih kakak udah datang ke sini, besok datang lagi ya, kak". Dan entah mengapa, dada ini terasa sesak. Seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan, tapi apalah itu, kalian pasti mengetahuinya.

Dan masih banyak hal lainnya yang bisa membuat kami terasa betah berada diantara mereka.Tapi entahlah apa yang mereka lakukan, yang jelas mereka telah mengajarkan kita tentang kebahagiaan. Bagaimana sesuatu yang kecil apabila rame-rame terasa sangat membahagiakan.

Yang tengah itu namanya Nur. Dan dapat kau lihat. Betapa bahagianya mereka. Kebahagiaan yang sederhana.

Kamis, 24 Mei 2012 0 komentar

Kau dan Secangkir Minuman

siapakah dirimu yang membuatkanku minuman ini ?

minuman yang setiap pagi ada saat aku bangun,

sepertinya kau meracik sendiri,

susu, teh ataukah kopi ??

bukan, semua minuman yang pernah ku minum tak pernah seenak ini,

entahlah apa yang membuatnya berbeda,

setiap tegukan selalu memberikan rasa dan nuansa yang berbeda,

kolase potret dirimu seperti telah tercampur,menyatu dalam secangkir minuman yang selalu kau sajikan rapi plus rasa yang selalu membuatku ketagihan,

entahlah, siapakah dirimu ?

tapi aku bisa merasakan siapa dirimu...

Selasa, 10 April 2012 0 komentar

Kisah Sa'id bin Amir

Sa’id bin Amir adalah orang yang membeli akhirat dengan dunia, dan ia lebih mementingkan Allah dan Rasul-Nya atas selain-Nya. (Ahli sejarah).

Adalah seorang anak muda Sa’id bin Amir Al-Jumahi salah satu dari beribu-ribu orang yang tertarik untuk pergi menuju daerah Tan’im di luar kota Makkah, dalam rangka menghadiri panggilan pembesar-pembesar Quraisy, untuk menyaksikan hukuman mati yang akan ditimpakan kepada Khubaib bin ‘Adiy, salah seorang sahabat Muhammad yang diculik oleh mereka.


Kepiawaian dan postur tubuhnya yang gagah, ia mendapatkan kedudukan yang lebih dari pada orang-orang, sehingga ia dapat duduk berdampingan dengan pembesar-pembesar Quraisy, seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah, dan orang-orang yang mempunyai wibawa lainnya.

Dengan demikian ia dapat melihat dengan jelas tawanan Quraisy yang terikat dengan tali, suara gemuruh perempuan, anak-anak dan remaja senantiasa mendorong tawanan itu menuju arena kematian, karena kaum Quraisy ingin membalas Muhammad atas kematian orang-orangnya ketika perang Badar dengan cara membunuhnya.

Ketika rombongan yang garang ini dengan tawanannya, sampai di tempat yang telah disediakan, anak muda Sa’id bin Amir Al-Jumahi berdiri tegak memandangi Khubaib yang sedang diarak menuju kayu penyaliban, dan ia mendengar suaranya yang teguh dan tenang di antara teriakan wanita-wanita dan anak-anak, Khubaib berkata, “Izinkan saya untuk shalat dua raka’at sebelum pembunuhanku ini jika kalian berkenan.”

Kemudian ia memandanginya, sedangkan Khubaib menghadap kiblat dan shalat dua raka’at, alangkah bagusnya dan indahnya shalatnya itu…

Kemudia ia melihat, Khubaib seandainya menghadap pembesar-pembesar kaum dan berkata, “Demi Allah! Jjika kalian tidak menyangka bahwa saya memperpanjang shalat karena takut mati, tentu saya telah memperbanyak shalat…”

Kemudian ia melihat kaumnya dengan mata kepalanya, mereka memotong-motong Khubaib dalam keadaan hidup, mereka memotongnya sepotong demi sepotong, sambil berkata, “Apakah kamu ingin kalau Muhammad menjadi penggantimu dan kamu selamat?”, maka ia menjawab- sementara darah mengucur dari badannya, “Demi Allah! Saya tidak suka bersenang-senang dan berkumpul bersama istri dan anak sedangkan Muhammad tertusuk duri” . Maka orang-orang melambaikan tangannya ke atas, dan teriakan mereka semakin keras, “Bunuh!-bunuh…!.”

Kemudian Sa’id bin Amir melihat Khubaib mengarahkan pandangannya ke langit dari atas kayu salib, dan berkata, “Ya Allah ya Tuhan kami! Hitunglah mereka dan bunuhlah mereka satu persatu serta janganlah Engkau tinggalkan satupun dari mereka”, kemudian ia menghembuskan nafas terakhirnya, dan di badannya tidak terhitung lagi bekas tebasan pedang dan tusukan tombak.


Orang-orang Quraisy telah kembali ke Makkah, dan mereka telah melupakan kejadian Khubaib dan pembunuhannya karena banyak kejadian-kejadian setelahnya.

Akan tetapi anak muda Sa’id bin Amir Al-Jumahi tidak bisa menghilangkan bayangan Khubaib dari pandangannya walau sekejap mata.

Ia memimpikannya ketika sedang tidur, dan melihatnya dengan khayalan ketika matanya terbuka, Khubaib senantiasa terbayang di hadapannya sedang melakukan shalat dua raka’at dengan tenang di depan kayu salib, dan ia mendengar rintihan suaranya di telinganya, ketika Khubaib berdo’a untuk kebinasaan orang-orang Quraisy, maka ia takut kalau ia tersambar petir atau ketiban batu dari langit.


Khubaib telah mengajari Sa’id sesuatu yang belum pernah ia ketahui sebelumnya. Ia mengajarinya bahwa hidup yang sesungguhnya adalah aqidah dan jihad di jalan aqidah itu hingga akhir hayat.

Ia mengajarinya juga bahwa iman yang kokoh akan membuat keajaiban dan kemu’jizatan.

Dan ia mengajarinya sesuatu yang lain, yaitu bahwa sesungguhnya seorang laki-laki yang dicintai oleh para sahabatnya dengan kecintaan yang sedemikian rupa, tidak lain adalah nabi yang mendapat mandat dari langit.

Semenjak itu Allah membukakan dada Sa’id bin Amir untuk Islam, lalu ia berdiri di hadapan orang banyak dan memproklamirkan kebebasannya dari dosa-dosa Quraisy, berhala-berhala dan patung-patung mereka, dan menyatakan ikrarnya terhadap agama Allah.

Sa’id bin Amir berhijrah ke Madinah, dan mengabdikan diri kepada Rasulullah , dan ia ikut serta dalam perang Khaibar dan peperangan-peperangan setelahnya.

Dan ketika Nabi yang mulia dipanggil menghadap Tuhannya, -saat itu beliau sudah meridhainya- ia mengabdikan diri dengan pedang terhunus di zaman dua khalifah Abu Bakar dan Umar, dan hidup bagaikan contoh satu-satunya bagi orang mu’min yang membeli akhirat dengan dunia, dan mementingkan keridhaan Allah dan pahala-Nya atas segala keinginan hawa nafsu dan syahwat badannya.


Kedua khalifah Rasulullah telah mengetahui tentang kejujuran dan ketakwaan Sa’id bin Amir, keduanya mendengar nasihat-nasihatnya dan memperhatikan pendapatnya.

Pada awal kekhilafahan Umar, ia menemuinya dan berkata, “Wahai Umar, aku berwasiat kepadamu, agar kamu takut kepada Allah dalam urusan manusia, dan janganlah kamu takut kepada manusia dalam urusan Allah, dan janganlah ucapanmu bertentangan dengan perbuatanmu, karena sesungguhnya ucapan yang paling baik adalah yang sesuai dengan perbuatan…

Wahai Umar, hadapkanlah wajahmu untuk orang yang Allah serahkan urusannya kepadamu, baik orang-orang muslim yang jauh atau yang dekat, cintailah mereka sebagaimana kamu mencintai dirimu dan keluargamu, dan bencilah untuk mereka sesuatu yang kamu benci bagi dirimu dan keluargamu, dan tundukkanlah beban menjadi kebenaran dan janganlah kamu takut celaan orang yang mencela dalam urusan Allah.


Maka Umar berkata, Siapakah yang mampu menjalankan itu wahai Sa’id?!.”

Ia menjawab, “Orang laki-laki sepertimu mampu melakukannya, yaitu di antara orang-orang yang Allah serahkan urusan umat Muhammad kepadanya, dan tidak ada seorangpun perantara antara ia dan Allah.”

Setelah itu Umar mengajak Sa’id untuk membantunya dan berkata, “Wahai Sa’id; Kami menugaskan kamu sebagai gubernur atas penduduk Himsh.” maka ia berkata, Hai Umar!: Aku ingatkan dirimu terhadap Allah; Janganlah kamu menjerumuskanku ke dalam fitnah. Maka Umar marah dan berkata, Celaka kalian, kalian menaruh urusan ini di atas pundakku, lalu kalian berlepas diri dariku!!. Demi Allah aku tidak akan melepasmu.” Kemudian ia mengangkatnya menjadi gubernur di Himsh, dan beliau berkata, “Kami akan memberi kamu gaji.” Sa’id berkata, “Untuk apa gaji itu wahai Amirul mu’minin? karena pemberian untukku dari baitul mal telah melebihi kebutuhanku.” Kemudian ia berangkat ke Himsh.

Tidak lama kemudian datanglah beberapa utusan dari penduduk Himsh kepada Amirul mu’minin, maka beliau berkata kepada mereka, “Tuliskan nama-nama orang fakir kalian, supaya aku dapat menutup kebutuhan mereka.” Maka mereka menyodorkan selembar tulisan, yang di dalamnya ada Fulan, fulan dan Sa’id bin Amir. Umar bertanya: Siapakah Sa’id bin Amir ini?.” Mereka menjawab, “Gubernur kami.” Umar berkata, “Gubernurmu fakir?” Mereka berkata, “Benar, dan demi Allah sudah beberapa hari di rumahnya tidak ada api.” Maka Umar menangis hingga janggutnya basah oleh air mata, kemudian beliau mengambil seribu dinar dan menaruhnya dalam kantong kecil dan berkata, Sampaikan salamku, dan katakan kepadanya Amirul mu’minin memberi anda harta ini, supaya anda dapat menutup kebutuhan anda.”

Saat para utusan itu mendatangi Sa’id dengan membawa kantong, lalu Sa’id membukanya ternyata di dalamnya ada uang dinar, lalu ia meletakkannya jauh dari dirinya dan berkata: (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kami akan dikembalikan kepada-Nya)- seolah-olah ia tertimpa musibah dari langit atau ada suatu bahaya di hadapannya, hingga keluarlah istrinya dengan wajah kebingungan dan berkata, “Ada apa wahai Sa’id?!, Apakah Amirul mu’minin meninggal dunia?. Ia berkata, “Bahkan lebih besar dari itu.” Istrinya berkata, “Apakah orang-orang muslim dalam bahaya?” Ia menjawab, “Bahkan lebih besar dari itu.” Istrinya berkata, “Apa yang lebih besar dari itu?” Ia menjawab, “Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku, dan fitnah telah datang ke rumahku.” Istrinya berkata, “Bebaskanlah dirimu darinya.” -saat itu istrinya tidak mengetahui tentang uang-uang dinar itu sama sekali-. Ia berkata, “Apakah kamu mau membantu aku untuk itu?” Istrinya menjawab, “Ya!” Lalu ia mengambil uang-uang dinar dan memasukkannya ke dalam kantong-kantong kecil kemudian ia membagikannya kepada orang-orang muslim yang fakir.

Tidak lama kemudian Umar bin al-Khattab ? datang ke negeri Syam untuk melihat keadaan, dan ketika beliau singgah di Himsh -waktu itu disebut dengan ‘Al-Kuwaifah’ yaitu bentuk kecil dari kalimat Al-Kufah-, karena memang Himsh menyerupainya baik dalam bentuknya atau banyaknya keluhan dari penduduk akan pejabat-pejabat dan penguasa-penguasanya. Ketika beliau singgah di negeri itu, penduduknya menyambut dan menyalaminya, maka beliau berkata kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian tentang gubernur kalian?”

Maka mereka mengadukan kepadanya tentang empat hal, yang masing-masing lebih besar dari yang lainnya. Umar berkata, Maka aku kumpulkan dia dengan mereka, dan aku berdo’a kepada Allah supaya Dia tidak menyimpangkan dugaanku terhadapnya, karena aku sebenarnya menaruh kepercayaan yang sangat besar kepadanya. Dan ketika mereka dan gubernurnya telah berkumpul di hadapanku, aku berkata, “Apa yang kalian keluhkan dari gubernur kalian?”

Mereka menjawab, “Beliau tidak keluar kepada kami kecuali jika hari telah siang.” Maka aku berkata, “Apa jawabmu tentang hal itu wahai Sa’id?.” Maka ia terdiam sebentar, kemudian berkata, “Demi Allah sesungguhnya aku tidak ingin mengucapkan hal itu, namun kalau memang harus dijawab, sesungguhnya keluargaku tidak mempunyai pembantu, maka aku setiap pagi membuat adonan, kemudian aku tunggu sebentar sehingga adonan itu menjadi mengembang, kemudian aku buat adonan itu menjadi roti untuk mereka, kemudian aku berwudlu dan keluar menemui orang-orang.” Umar berkata, “Lalu aku berkata kepada mereka, “Apa lagi yang anda keluhkan darinya?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya beliau tidak menerima tamu pada malam hari.” Aku berkata, “Apa jawabmu tentang hal itu wahai Sa’id?” Ia menjawab, “Sesungguhnya Demi Allah aku tidak suka untuk mengumumkan ini juga, aku telah menjadikan siang hari untuk mereka dan malam hari untuk Allah Azza wa Jalla.” Aku berkata, “Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?”

Mereka menjawab, “Sesungguhnya beliau tidak keluar menemui kami satu hari dalam sebulan.” Aku berkata, “Dan apa ini wahai Sa’id?” Ia menjawab, “Aku tidak mempunyai pembantu wahai Amirul mu’minin, dan aku tidak mempunyai baju kecuali yang aku pakai ini, dan aku mencucinya sekali dalam sebulan, dan aku menunggunya hingga baju itu kering, kemudian aku keluar menemui mereka pada sore hari.” Kemudian aku berkata: “Apa lagi yang kalian keluhkan darinya?” Mereka menjawab, “Beliau sering pingsan, hingga ia tidak tahu orang-orang yang duduk dimajlisnya.” Lalu aku berkata, “Dan apa ini wahai Sa’id?” Maka ia menjawab, “Aku telah menyaksikan pembunuhan Khubaib bin Adiy, kala itu aku masih musyrik, dan aku melihat orang-orang Quraisy memotong-motong badannya sambil berkata, “Apakah kamu ingin kalau Muhammad menjadi penggantimu?” maka ia berkata, “Demi Allah aku tidak ingin merasa tenang dengan istri dan anak, sementara Muhammad tertusuk duri…Dan demi Allah, aku tidak mengingat hari itu dan bagaimana aku tidak menolongnya, kecuali aku menyangka bahwa Allah tidak mengampuni aku… maka akupun jatuh pingsan.”

Seketika itu Umar berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak menyimpangkan dugaanku terhadapnya.” Kemudian beliau memberikan seribu dinar kepadanya, dan ketika istrinya melihatnya ia berkata kepadanya, “Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan kami dari pekerjaan berat untukmu, belilah bahan makanan dan sewalah seorang pembantu untuk kami”, Maka ia berkata kepada istrinya, “Apakah kamu menginginkan sesuatu yang lebih baik dari itu?” Istrinya menjawab, “Apa itu?” Ia berkata, “Kita berikan dinar itu kepada yang mendatangkannya kepada kita, pada saat kita lebih membutuhkannya.” Istrinya berkata, “Apa itu?”, Ia menjawab, “Kita pinjamkan dinar itu kepada Allah dengan pinjaman yang baik.” Istrinya berkata, “Benar, dan semoga kamu dibalas dengan kebaikan.” Maka sebelum ia meninggalkan tempat duduknya dinar-dinar itu telah berada dalam kantong-kantong kecil, dan ia berkata kepada salah seorang keluarganya, “Berikanlah ini kepada jandanya fulan. dan kepada anak-anak yatimnya fulan, dan kepada orang-orang miskin keluarga fulan, dan kepada fakirnya keluarga fulan”.

Mudah-mudahan Allah meridhai Sa’id bin Amir al-Jumahi, karena ia adalah termasuk orang-orang yang mendahulukan(orang lain) atas dirinya walaupun dirinya sangat membutuhkan.(1)

(1). Untuk tambahan tentang biografi Sa’id bin Amr al-Jumahi, lihatlah: Al-Tahdzib:4/51, Ibnu ‘Asakir:6/145-147, Shifat al-Shafwah:1/273, Hilyatul auliya’:1/244, Tarih al-Islam:2/35, Al-Ishabah:3/326, Nasab Quraisy:399.

Senin, 09 April 2012 0 komentar

Pena

Pena adalah sebuah karya tentang imajinasi seorang yang selama ini belum terwujud.

 
;