Sabtu, 15 November 2014 0 komentar


Aku merindu pada rintik hujan kala menyentuh genggaman
Aroma wangi tanah tercampur air 
Lekat ingin ku hirup kuat-kuat

Hujan malam ini, ku teringat akan suatu rasa
Kala aku pergi ke kotamu, bercampur riuhnya hati dan hujan
Suatu senja yang lekat dalam ingatan untuk dikenang

Aku hanya ingin menemuimu, selebihnya tak dapat aku jelaskan dengan kata-kata
Tak peduli ratusan kilometer ku tempuh, rasa lelah yang menggunung di atas pundak
Aku hanya ingin bertemu denganmu, itu saja

Rabu, 08 Oktober 2014 0 komentar

Sederhana

Bisakah kita menjadi sederhana tanpa perlu membias?

Malam-malam yang ramah bagai rumah sang jiwa. Tentang rongga dada yang semakin menyesak. Menuntut kembali pulang.
Maukah kamu membukakannya? Ruang-ruang yang ingin disinggahi sebagai sandaran ternyaman.

Bisakah kita menjadi sederhana? menjadi langkah-langkah yang seringan angin. Menari dalam purnama.

Selasa, 07 Oktober 2014 0 komentar

Menunggu waktu

Kabut putih mulai turun ke lembah
Dituainya embun tanpa takaran
Ia lembut merambat halus pada sela-sela dedaunan

Bunga-bunga merekah pada keheningan dini hari
Harumnya semerbak menyebar terbawa angin
Membawa kenangan akan aroma parfummu

Malam kian terjaga, merangkum rindu pada sang fajar
Begitulah rinduku, ia akan hadir menunggu waktu
Biarlah sang fajar menyampaikannya padamu, Jingga

Sabtu, 04 Oktober 2014 0 komentar

Hitam putih

Berbeda adalah cara kamu memberikan nama atas keindahan kuasa Tuhan. Ia hadir dalam setiap sisi kehidupan. Namun apakah kamu lebih memilih suka untuk terus berusaha dalam perbedaan atau kah kamu menyerah lantas mengalir dalam warna yang kamu anggap sama denganmu? Itu adalah sebuah pilihan.

Perbedaan sejatinya memberikan ketegasan untuk kita dapat mengenali diri sendiri sebaik mungkin. Memperbaiki diri sendiri merupakan kewajiban kita masing-masing bukan? untuk melangkah lebih jauh ke depan, berdampingan. Andai saja ruang dan waktu memberikan kita kesempatan untuk saling memahami, pastilah senyuman tetap terlukis. Kita akan menuai kesejatian dalam titik equilibrium kehidupan.

Hitam putih menjadi kisah. Melengkapi hidup seutuhnya.

Kamu, kabarmu bagaimana? Aku tetap masih manusia, sama juga denganmu.

Rabu, 01 Oktober 2014 0 komentar

Terang

Jingga, gadis ini duduk memandangi langit-langit penuh bintang. ia bermetamorfosa menjadi putri ketika diam sembari senyum memandangi langit. Tak terpikirkan olehnya tingkah orang-orang disekitarnya. Dan yang diinginkannya adalah bintang untuk menemani malamnya.
Angin yang berlalu, namun tidak semua berlalu. Ia dalam kenangan. Ia menetap, mencari cahayanya yang terang. Cahaya bintang yang akan menunjukkan padanya arah jalan pulang. Cerahnya langit malam seakan mampu membuatnya terang. 
Semoga dikuatkan langkahnya menuju pulang. Cahaya bintang yang tak akan pernah sirna. Arah pulang yang sama dengan rasa. 
Rabu, 24 September 2014 0 komentar

Berpijak


Aku mulai melihat pada diri. Mencari-cari dalam memori. Ku temukan semua, engkau disana. Ya, masih disana. Kau masih menjadi Jingga bersinar dibelahan bumi ku. Dimana bisa ku pijakan semua harap akan mimpi diatas ego dan keraguan. 

Ku paksakan langkah demi langkah meski demikian gontai. Membawa semua harap dan mimpi masih terjaga rapi dalam dekapan. Ku telusuri jalanan ini, meski senyum sinis dan sesekali ditiupkan ragu. Hitam dan putih menjadi kisah. Warnamu adalah duniaku.


Jika esok masih datang kembali, semua pasti ada arti. Tentang masa depan yang tiada tertepi. Ku yakinkan prasangka baik mengalahkan segalanya. Ku yakin pasti ada jalan, selama doa masih bisa disampaikan serta kaki ini kuat melangkah. 


Ku tahu kau terselimuti prasangka. Bisikanlah harap, belajarlah berpijak. Jadikanlah sinarmu cerah oleh hatimu yang tulus. Aku selalu bersamamu dalam derap dan mimpi indah. Janganlah kau kehilangan arah, karena ada orang yang menyayangimu tuk mendampingimu belajar melangkah.

Kamis, 11 September 2014 0 komentar

Purnama

Bisakah kita berbicara, menceritakan tentang hari-hari yang telah kita lalui. 
Bukan, bukan untuk berbagi rindu. Tapi untuk sekedar memahami arti diri. Biarlah rindu ini mengalir pada muaranya. Melewati bebatuan terjal yang menuntun kita pada suatu ketetapan dan ketenangan jiwa. Bukankah tawamu sungguh renyah didengar? Akupun rindu saat kita berbagi tawa. Bukan berarti aku tidak ingat salah satu dari kita pernah rapuh, tapi karena selalu ada senyum yang bisa menjadi doping disengala kondisi. Kita memiliki semua itu. 

Purnama malam ini indah bukan?
Bukankah selepas ini langit tak akan lagi menampakkan rembulan untuk beberapa malam. Bukankah disela-selanya ada bintang yang akan nampak lebih cahayanya. Kita bisa menikmatinya, janganlah bersedih. Purnama akan datang lagi suatu malam nanti, pada hitungan waktu yang terukur sempurna oleh Sang Pencipta. Dan kita bisa duduk bersama lagi, mencari arti diri dalam renungan-renungan yang bahkan jauh dari pemikiran kita.
Selasa, 22 Juli 2014 0 komentar

Gemintang

Gemintang langit menyapa dini hari, menanyakan tentang jiwa yang masih terjaga. Cerahnya langit yang menjaga, merangkum rindu pada seseorang. Ku teringat pada kaki-kaki yang melangkah bersama dengan ringan. Pada tawaran sebotol minum saat benar-benar haus. Setelah berlarian di atas pasir pantai.

Sebagian orang dapat bertemu untuk berbagi rindu. Sebagian orang menuliskan surat untuk dapat saling berbagi kabar. Sebagian orang mendoakan untuk kebaikan orang yang disayanginya. Tapi aku tak mampu berkata apa-apa untuk sekedar menyampaikan apa yang telah ku rasa.

Ku titipkan pada isyarat alam semesta untuk menyampaikan pesan ini pada mu. Entah saat pagi, lewat nyanyian burung-burung pipit yang manis. Atau kala malam menjelang bersama bintang-bintang di langit yang cerah.

Tak terlalu muluk aku berharap pesan ini cepat tersampaikan. Mungkin lusa atau kapanpun saat seisi ruang dan waktu mu siap untuk berbagi tentang apa yang ku rasakan ini bersamaku. Mungkin suatu senja saat kita bisa tertawa lepas, kita akan minum bersama dengan minuman kesukaan kita masing-masing. Berbagi cerita tentang hari-hari yang telah kita lalui.

Rabu, 02 Juli 2014 0 komentar

Jingga

Jingga, pada semburat warna senja kau menari
Ingin ku lalui lagi senja bersamamu
Setapak demi setapak kaki kita melangkah
Menuju arah yang sama

Semilir angin
Hati ku lirih berbisik pada deretan pohon yang ku lalui sore ini
Berbicara ini dan itu tentang mu
Adakah kau merasakan hal yang sama?

Senja, adakah Jingga bersinar dibelahan bumi ia berada?
Dimana langit-langit tidak menghitam menghalangi sinarnya tuk menjadi Jingga
Jingga yang membersamaiku kini dan nanti
Merajut asa dalam setiap langkah kaki-kaki kecil ini
Jumat, 27 Juni 2014 0 komentar

Warna Senyum

Secangkir coklat panas sudah aku habiskan malam ini. Namun tidak senyummu, ada candu disana. Tak habis aku nikmati manisnya. Purnama malam ini membawa perjalanan kita pada nuansa kisah nyata, bukan seperti kisah yang kita baca tempo hari. Aku disini berjalan disampingmu. Berjalan menuju ke 'tempat' yang sama, 'tempat' yang kita inginkan.

Aku menikmati malam ini tanpa spasi yang memisahkan senyummu dengan keindahan, kalian satu. Tak pernah ragu untuk menerangi seisi waktu. Aku pun tak pernah ragu dalam setiap apa yang ada pada dirimu.

Setiap dari kita memberikan peran tersendiri pada perjalanan ini. Ingatlah apapun yang ada pada dirimu adalah anugerah. Banyak orang yang ingin menjadi seperti dirimu. Aku pun tahu kamu nyaman dengan dirimu sendiri. Mungkin begitulah seharusnya setiap individu.

Waktu menuntut kita pada pemahaman tentang kehidupan. Kehidupan tidak selalu indah seperti apa yang kita inginkan bukan ? pernah suatu waktu kamu menyetujuinya. Sekarang aku menyaksikan setiap usahamu menemui titik terang. Ingatkah kamu pada setiap menjelang akhir babak setiap kisah pasti ada moment yang menuntut kita berusaha lebih keras hingga peluh bercucuran dan tak jarang menguras emosi. Serta yang membahagiakan adalah moment setelahnya, kita dapat menjadi diri yang lebih baik tanpa kita sadari.

Aku ingin melihatmu menjadi dirimu sendiri, pada pusaran waktu yang mustahil untuk kembali. Pada dirimu peran yang sesungguhnya akan terasa lebih indah, karena pemeran dapat dan mampu memainkan perannya dengan sepenuh hati. Senyumanmu akan semakin ku rindukan, hidup pada ruang-ruang perasaan.



Aku, kamu, mereka
warna-warna kehidupan
Setiap pendarnya memberikan arti

Aku berkisah
Kamu berkisah
Kisah kasih kehidupan yang sama

Senin, 28 April 2014 0 komentar

Kontempolasi Pertemuan

Kala malam aku mulai bertanya, bagaimana bintang-bintang dapat bertemu yang akhinya bermuara pada sunyi tapi mereka tetap masih bisa bersama. 


Dalam sebuah pertemuan terkadang tak pernah ada kata sepakat untuk kita berjumpa lagi. Kau yang terlalu diam atau aku yang lebih senang membebaskan diri untuk mengagumi. Ketika pertemuan yang terasa dibuat-buat, sebenarnya peran sedang dimainkan. Tak lagi menjadi diri sendiri. Kadang terlalu sibuk pada cara bagaimana pertemuan terjadi, hingga melupakan keberadaan diri masing-masing yang sejatinya pertemuan merupakan perbedaan yang dimulai untuk saling mengenal. 




Saat segala cara telah dicoba agar sebuah pertemuan terjadi, hingga jati diri tak laiknya bisa dibohongi. Ego bermain lebih besar dalam pusara pertemuan. Ketidak saling mengertian muncul diantaranya. Berbagai alasan menjadi persoalan. 

Ketika pilihan telah ditancapkan, bagaimana bisa bermain dalam gelapnya selimut malam ? ah sayang, hitam tetap saja bisa dirasa dalam gelapnya mata memandang meski dicat berulang-ulang dengan kuas besar, karena bau kegelisahan tetap saja bisa tercium. 

Sepertinya pertemuan rapuh dalam hal merasa. Pertemuan merupakan sebuah keniscayaan ketika diri membuka seluas-luasnya pemahaman. 

Sesungguhnya yang harus menjadi pertanyaan dalam benak adalah kenapa pertemuan diharapkan kalau saja akhirnya diduakan. Bukankah pertemuan adalah kita ?

Kamis, 17 April 2014 0 komentar

Pertemuan



Sebatas senyuman 
kau duduk berjajar, dua-berdua
duduk dipangkuan fajar menanti rona bahagia

Sayup-sayup, siapa bilang siapa
dua-mendua, mencari cara menuju rasa
merangkum tawa dalam masa

Hati ke hati, kita merasa
Jalan terus menjalar
Tuhan yang bicara

Tangan kan ku genggam 
arah, kita kan bersama
duniaku rindu akan senyumanmu


Sabtu, 08 Maret 2014 1 komentar

Mari Bicara Rindu

Mari kita bicara rindu. Rindu, aku pernah mengucapkannya, dalam artian aku merindu, bukan aku dirindu. Banyak yang mengatakan dalam bahasa tubuhnya, rindu itu lelucon. lelucon yang syarat akan memandang sebelah mata. Contohlah seorang teman mengucapkan 'aku kangen kalian, ayo kita main.' Tak jarang hanya mengacuhkannya saja.

Bicara rindu dalam artian aku merindu. Dalam 'kata' ini, biarlah rindu mewujud pada sebuah pengharapan. Hidup dalam keinginan yang harus diberikan. Ketika rindu itu bisa kita berikan, kelak yang dirindu akan datang memberikan kerinduan yang mereka harapkan.

Kalian, entah siapa. Aku bisa menebak, ketika membaca ini, kalian pasti sedang merindu. 


Merindulah kawan, pada apapun yang kalian harapkan. Bahasa tubuh kalian tak bisa menipu. Rasa selalu bisa menyibak dibalik kekokohan yang berusaha kalian dirikan. Sampaikanlah rindu dalam bahasa-bahasa yang kalian pahami. Bahasa rindu tak hanya satu. Bahasa rindu itu bebas, baku untuk yang saling memahami.

Tempo ini, aku merindu. Pada kawan-kawan yang hidup pada sebuah perjalanan. Perjalanan waktu yang menuntut untuk terus maju. Kawan-kawan yang sejatinya hidup seiring berpaut dalam merindu.


Sabtu, 22 Februari 2014 0 komentar

Menjamu Kehidupan

"Aku melihatmu dalam tawa saat ku buka catatan demi catatan. Pernah ku lukis rupa dalam lembaran, samar tapi ada."


aku ingin menyentuh jiwamu
seperti aku ingin menyentuh jiwaku sendiri
bebal, jiwa kusut
dalam raga kau bergerak lagak robot
lesuh bak tak ada harap

kau hidup tapi tak hidup
aku ingin berbicara denganmu
mendengar, mengayakan harap
berbicara tuk memiskinkan ego
coba merasa tanpa putus asa


Pernah ku dengar cerita tentang sebuah batu di suatu lembah. Batu itu memang keras, tapi untuk itulah dia diciptakan. Sekeras-kerasnya batu tetap akan luluh atas kerinduan alam akan dirinya. Alam akan membentuknya menjadi jutaan butiran kecil yang akan menjelma jadi tanah. Bukankah indah sistem kehidupan ini ? ketika batu berubah menjadi tanah kelak akan bermanfaat untuk kehidupan makhluk yang ada di muka bumi. Begitupun bebatuan yang masih mewujud pada jati dirinya, dia tetap akan bermanfaat atas sistem kehidupan saat dia berada. Bebatuan akan dimanfaatkan oleh manusia bahkan juga oleh burung Bowerbird yang romantis untuk hendak bermesraan dengan pasangannya.

Sesungguhnya betapa indah kita atas apa yang ada. Memiliki atas diri, memberi pada kehidupan.


Jumat, 10 Januari 2014 0 komentar

Sajak Cahaya

Cahaya...


Cahaya mampu menerangi sesuatu hingga akan terlihat dengan jelas. Baik itu bentuk, warna maupun coraknya. Dalam sesuatu yang terlihat, kita akan mulai mengenalnya.


Lalu kita mengenal subuah nama. Nama yang pertama kali kita sebut pastilah terasa biasa saja. Hanya sebuah nama, apalah artinya itu ?


Ketika kita ingin mengetahuinya lebih dekat, kita akan dapat memahaminya.


Sudahkah kita menemukannya ? arti dari sebuah nama ? Belum, ketika hanya sebuah kebersamaan.


Ada tujuan ketika sesuatu hal itu ada di hadapan kita.


Rasa ingin tahu kita pun muncul, lalu kita mulai mencari lalu mewujudkannya.


Saat telah terwujud, apa yang akan kita lakukan ?





Kitalah cahaya itu 
Cahaya yang akan terus berusaha menerangi apapun yang ada di sekeliling kita
Untuk memberikan arti apa yang semestinya berarti

~*~
Jumat, 03 Januari 2014 0 komentar

Jalan Kita

Bolehkah aku ceritakan tentang suatu malam padamu ? Tentang malam saat segala rasa tercurah bersama keluarga. Keluarga sederhana yang mengharapkan cahaya kedamaian ada di dalamnya. Sudah lama kita tak bersua dalam tawa dan tangis yang membahagiakan. Saat kaki-kaki kita melangkah bersama untuk mengenang masa kecil. Mengenali setiap kenakalan yang selalu terjadi diantara kita namun tetap berakhir dengan tawa. Ada kalanya semua kebekuan mencair, segala ego luluh ketika mengingat kita adalah saudara.

Kita akhirnya bisa mengenangnya bersama walau dalam kesederhanaan. Biarlah aku merindukan masa ini ketika aku telah memahami kenapa semuanya terjadi. Peristiwa demi peristiwa menyapa rasa. Kala jemari tak bisa saling menjabat. Mengucap rindu dalam harap dan saling mengirim doa.

Suatu saat harapan untuk masa-masa seperti ini akan dinanti. Saat kita telah tumbuh menjadi dewasa serta menjadi tubuh dan jiwa keluarga ini untuk saling berbagi rasa dan masa. Akankah kita akan mengenang pada masa tua saat kita punya keluarga sendiri. Aku bertanya dalam harap pada langit yang cerah malam itu.

Biarlah waktu yang menjawab, karena aku tak bisa berjanji. Aku percaya, kita akan bisa mengulang masa-masa seperti ini dan bahkan akan lebih dirindukan diantara kita.
 
;