Bisakah kita menjadi sederhana tanpa perlu membias?
Malam-malam yang ramah bagai rumah sang jiwa. Tentang rongga dada yang semakin menyesak. Menuntut kembali pulang.
Maukah kamu membukakannya? Ruang-ruang yang ingin disinggahi sebagai sandaran ternyaman.
Bisakah kita menjadi sederhana? menjadi langkah-langkah yang seringan angin. Menari dalam purnama.
Kabut putih mulai turun ke lembah
Dituainya embun tanpa takaran
Ia lembut merambat halus pada sela-sela dedaunan
Bunga-bunga merekah pada keheningan dini hari
Harumnya semerbak menyebar terbawa angin
Membawa kenangan akan aroma parfummu
Malam kian terjaga, merangkum rindu pada sang fajar
Begitulah rinduku, ia akan hadir menunggu waktu
Biarlah sang fajar menyampaikannya padamu, Jingga
Berbeda adalah cara kamu memberikan nama atas keindahan kuasa Tuhan. Ia hadir dalam setiap sisi kehidupan. Namun apakah kamu lebih memilih suka untuk terus berusaha dalam perbedaan atau kah kamu menyerah lantas mengalir dalam warna yang kamu anggap sama denganmu? Itu adalah sebuah pilihan.
Perbedaan sejatinya memberikan ketegasan untuk kita dapat mengenali diri sendiri sebaik mungkin. Memperbaiki diri sendiri merupakan kewajiban kita masing-masing bukan? untuk melangkah lebih jauh ke depan, berdampingan. Andai saja ruang dan waktu memberikan kita kesempatan untuk saling memahami, pastilah senyuman tetap terlukis. Kita akan menuai kesejatian dalam titik equilibrium kehidupan.
Hitam putih menjadi kisah. Melengkapi hidup seutuhnya.
Kamu, kabarmu bagaimana? Aku tetap masih manusia, sama juga denganmu.
Gemintang langit menyapa dini hari, menanyakan tentang jiwa yang masih terjaga. Cerahnya langit yang menjaga, merangkum rindu pada seseorang. Ku teringat pada kaki-kaki yang melangkah bersama dengan ringan. Pada tawaran sebotol minum saat benar-benar haus. Setelah berlarian di atas pasir pantai.
Sebagian orang dapat bertemu untuk berbagi rindu. Sebagian orang menuliskan surat untuk dapat saling berbagi kabar. Sebagian orang mendoakan untuk kebaikan orang yang disayanginya. Tapi aku tak mampu berkata apa-apa untuk sekedar menyampaikan apa yang telah ku rasa.
Ku titipkan pada isyarat alam semesta untuk menyampaikan pesan ini pada mu. Entah saat pagi, lewat nyanyian burung-burung pipit yang manis. Atau kala malam menjelang bersama bintang-bintang di langit yang cerah.
Tak terlalu muluk aku berharap pesan ini cepat tersampaikan. Mungkin lusa atau kapanpun saat seisi ruang dan waktu mu siap untuk berbagi tentang apa yang ku rasakan ini bersamaku. Mungkin suatu senja saat kita bisa tertawa lepas, kita akan minum bersama dengan minuman kesukaan kita masing-masing. Berbagi cerita tentang hari-hari yang telah kita lalui.
Ingin ku lalui lagi senja bersamamu
Setapak demi setapak kaki kita melangkah
Menuju arah yang sama
Hati ku lirih berbisik pada deretan pohon yang ku lalui sore ini
Berbicara ini dan itu tentang mu
Adakah kau merasakan hal yang sama?
Dimana langit-langit tidak menghitam menghalangi sinarnya tuk menjadi Jingga
Jingga yang membersamaiku kini dan nanti
Pernah ku dengar cerita tentang sebuah batu di suatu lembah. Batu itu memang keras, tapi untuk itulah dia diciptakan. Sekeras-kerasnya batu tetap akan luluh atas kerinduan alam akan dirinya. Alam akan membentuknya menjadi jutaan butiran kecil yang akan menjelma jadi tanah. Bukankah indah sistem kehidupan ini ? ketika batu berubah menjadi tanah kelak akan bermanfaat untuk kehidupan makhluk yang ada di muka bumi. Begitupun bebatuan yang masih mewujud pada jati dirinya, dia tetap akan bermanfaat atas sistem kehidupan saat dia berada. Bebatuan akan dimanfaatkan oleh manusia bahkan juga oleh burung Bowerbird yang romantis untuk hendak bermesraan dengan pasangannya.
Sesungguhnya betapa indah kita atas apa yang ada. Memiliki atas diri, memberi pada kehidupan.