Selasa, 10 Desember 2013 3 komentar

Rumah Bagi Keluarga

Selamat datang 'keluarga' baru, di 'rumah' sederhana ini.
Suatu saat kalian akan mengerti kenapa kami sebahagia ini menyambut kalian. Biarlah waktu yang menjawab nanti, semoga tidak berlebihan.


















8 Desember 2013

Kalian telah resmi menyandang campus journalist, tapi bukan itu hakikat yang sebenarnya. Hakikat sebenarnya adalah kalian telah lolos dari tahap uji. Kalian membuktikan bahwa kalian telah berani berproses bukan sekedar formalitas. Kalianlah yang akan berada diporos tengah, penghubung antara elemen atas dan bawah. Banyak hal yang bisa kalian dapat, asalkan kalian berani menghidupkan hidup. Tidak terjebak pada rutinitas yang akan mengungkung kreativitas dan bakat. Bukan hanya yang diterima, kalian juga akan mendapat pengalaman. Tapi yang paling utama adalah kalian banyak-banyaklah memberi. Memberi bukan hanya sebatas uang, memberi disini dalam artian luas. Banyak yang bisa kalian beri. Waktu, pikiran, tenaga, harapan, impian, rasa, kebersamaan dan lainnya. Aku pernah membaca teori kehidupan dari sebuah buku yang menguak tentang hukum keterkaitan alam. Didalamnya ada sebuah frasa, 'memberi berarti menerima.' Jadi jika kalian mengharapkan sesuatu, maka mulailah memberi. Sebaik-baik pemberian adalah tidak mengharapkan imbalan apapun darinya, karena ikhlas ada dalam diri. 

Selamat berjuang, selamat berkarya !



Kamis, 05 Desember 2013 0 komentar

Proses Hidup #Part 1

Hiduplah dalam penerimaan realita. Aku memperoleh kata-kata tersebut dari Bapak. Beliaulah yang mengajarkan aku tentang arti hidup. Keberanian beliau untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga mendapatkan pendidikan terbaik merupakan keberanian hidup yang dicontohkan dari banyak hal yang telah diajarkan kepada kami. Tidaklah logis menghitung besar pendapatan keluarga dengan biaya pengeluaran yang harus ditanggung. Tapi, Bapak selalu percaya, pendidikan, adalah investasi terbaik untuk menghadapi kehidupan. Investasi pendidikan tidak melulu masalah pendidikan formal. Pendidikan terbaik merupakan yang diberikan oleh kedua orang tua kami melalui kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga. Dalam keluarga kami, sebuah pemberian dari orang tua selalu ada sebuah pembelajaran mengenai hidup.

Pernah aku meminta sebuah sepeda sewaktu aku masih duduk dibangku sekolah dasar. Waktu itu aku kelas 5 SD, orang tua menjanjikan padaku kalau akan dibelikan sepeda ketika mendapatkan rangking 1. Bak seolah anak kecil yang keburu keinginannya terpenuhi akupun semangat belajar hingga akhirnya aku memenuhi hal itu. Tiba saatnya aku menanyakan tentang janji itu. Waktu semakin berlalu, sepeda tak kunjung terlihat oleh mata ini untuk menghibur hati seorang anak kecil yang terlalu terbuai keinginan. Ibu pun mengatakan kalau aku akan mendapatkan sepeda itu, tapi nanti pada saatnya. Hingga tiba sebuah sepeda yang tak pernah terbayangkan. Sepeda yang terpakir didepan rumah lebih bagus dari yang aku bayangkan sebelumnya. Sekolahpun semakin semangat, hingga suatu saat sepeda hilang entah kemana. Aku sempat menanyakan, tapi jawaban tak kunjung melegakan hati. Hingga aku menemui sebuah titik kala itu, tentang sebuah penerimaan.

Uang hasil penjualan sepeda digunakan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan biaya sekolah kami waktu itu. Usahaku untuk giat belajar terus berlanjut, hingga mendapatkan peringkat itu lagi dan adikku yang pertama mulai duduk dibangku kelas TK, adik yang paling kecil masih main-main dirumah. Sungguh membahagiakan mempunyai saudara kandung seperti mereka.

Kamis, 07 November 2013 0 komentar

Semu


candu
senyum itu
kini, berbeda

sekelebat waktu tak berdetak lagi
dan kau berhasil menghadirkan kembali
kenangan itu

wajah yang tak mungkin ku sentuh
seutuh imajinasi
bayang semu rindu

disana langkahmu kini
berseberang jauh
menatap matahari kita masing-masing

ahh..jalan itu berbeda
berhitunglah dengan langkah
tidaklah sama, kini
0 komentar

AKU (AIR)


Saat krisis air
Keindahan alam jadi semu
Kupu-kupu takkan lagi berterbangan
Dan datangnya musim semi membawa harapan palsu

kemanakah kau akan berlari
memburu gelas-gelas penuh
sedangkan ku disini bermain dengan lumpur
bercengkrama dengan aneka sisa aktivitasmu

negeri yang hijau hanya akan jadi cerita
kala melihatmu kini diam tak bergerak
hanya aku yang berteriak sampai kering,
memprotes segala kerakusanmu

hidup takkan lagi lama
kotori saja bumi sampai kau senang
sampai perut tak lagi tahan akan racun
dan tergali liang lahatmu sendiri

Hey..
adakah salah satu dirimu
tuk menyusun bingkai-bingkai mimpi anak cucumu
memberikan warisan terbaik dari leluhur
Minggu, 03 November 2013 0 komentar

Cinta, Kenapa Kau Sengsara ?

Tertutuplah pada sang fajar jikalau kau belum mampu menatapnya. Namun fajar tetaplah fajar, sang pemberi harapan setalah hujan deras mengguyur hidupmu pada kelam malam. Tak pernah seorangpun berbisik pernah mengalami hal mengerikan ketika yang melakukan adalah orang yang pernah berjabat tangan dengannya. Pastinya kau menjadi orang yang tegar manakala kau tahu apa yang tengah melanda dirimu. Matahari semakin bersinar kala dirimu beringsut dalam selimut tidur. Setiap pagi tak selalu sama, teruntuk suasana hati. Gelap telah sepenuhnya kembali kala kau tak mau melihat dunia tempat kau bernafas. 

Cinta, kelak akan datang
dari hatimu
senandung rindu

Cinta, tak seharusnya kau begini
sengsara dalam fajar
menyatu dalam pilu

Lihatlah dunia luar, terimalah dirimu
nyanyikanlah lagumu
genggamlah tanggan disampingmu
 
Manusia telah menjadi fitrahnya, hidup dalam lika-liku perasaan. Kitalah manusia itu. Cinta tak boleh sengsara, karena cinta adalah sebuah pengharapan untuk terus hidup. Carilah cinta dalam dirimu. Hadirnya rasa pada seseorang tak pelak oleh siapa dirimu sekarang. Karena sebaik-baiknya cinta adalah ketika kau menemukan dirimu yang sebenarnya.
Jumat, 25 Oktober 2013 0 komentar

Ketika Tulisan Tak Terarah

Ketika tulisan tak terarah, kau pandangi sejenak kawan dalam angananmu. "Hay, sedang apa kau  ?", ucapmu begitu dalam kalut. Tak pernah kau pahami satu jiwa saja. Dirimu. 

Dalam malam, kala satu-satunya yang kau pandangi adalah rindu. Kawanmu bahkan tak pernah muncul, bahkan dalam senyum yang sering kau simpan rapi dalam kabut putih. Tak pernah kau mengijinkannya tuk satu orangpun tahu. Kau sangat percaya akan mimpimu, bahkan mimpimu yang jadi bahan tertawa orang-orang disekitarmu. 

Kau dan teman anganmu adalah satu. Ditakdirkan untuk bersatu, dalam masa yang tak dimengerti. 

Tak ada kata tawar untuk hal ini. Bahkan teman anganmu itu laksana kabut putih, menyatu dalam tempat yang disebut itu rindu. 


rindu, kelak engkau kan bermuara
laksana embun pagi yang kan sampai pada samudera
dalam sukma kau simpan ruh yang murni
wujud kehidupan



Kamis, 20 Juni 2013 0 komentar

Simpul

Senyum, kadang terlampaui manis
Kadang perih tak terperi

Sebuah rasa yang tak kau kata
Tercurinya dari kotak tak bernafas

Aku dan senyum, menyatu
Kulihat rasa yang ambigu dalam simpulmu

Mendalami hitam
Meranumkan fajar dalam kicauan burung

Berjejer kau dan kau
Kita dalam simpul

Simbol nafas yang terasa
seikat

~.~


Mungkin inilah sebait puisi, atau cuma aku yang bisa menyebutnya puisi. Kadang aku tak mengerti bagaimana kata-kata itu muncul. Logika, feeling, aku, kamu, kita, ataupun perjalanan. Tapi, 'simpul' adalah sebuah pemaknaan dari segalanya. Tentang kebersamaan dalam sebuah simpul, simpul senyum yang terlukiskan dalam air wajah seseorang. Terkadang aku bisa merasa bahagia apabila orang-orang disekelilingku memiliki simpul yang indah itu. Simpul yang terlukiskan karena sebuah kebersamaan, tentang cerita yang hanya bisa diwujudkan dalam sebuah 'Simpul Senyuman'.
Rabu, 06 Februari 2013 0 komentar

When We Love

Dimanakah dirimu, nak ? tanya perempuan itu dalam hati. Sudah hampir 4 jam dia duduk di sofa ruang keluarga. Melamun dan kadang memejamkan matanya karena kelelahan. Dia, perempuan paruh baya yang sangat kuat. Meski cuaca di luar tengah tidak mendukung untuk kesehatannya, dia masih saja menunggu anaknya yang kuliah di luar kota. Jane, anak perempuan semata wayangnya tengah memberanikan diri untuk mencari ilmu di kota orang. Jane yang sekarang sudah tumbuh dewasa, berbeda saat usianya 15 tahun yang lalu. Saat itu dia kemana-mana masih suka takut kalau tidak ada ibu di dekatnya. Jane masih sangat suka dengan bubur kacang hijau yang tiap pagi selalu dibuatkan oleh ibunya. Sekarang ibunya sadar akan semua perubahan yang terjadi. Jane sudah dewasa, dia harus segera menentukan arah layar untuk mengarungi hidup yang semakin keras ini. Hari sudah semakin larut, dan perempuan itu masih saja duduk di tempat yang sama.

”Jane, cepatlah pulang ya, nak..,” katanya lirih pada lamunannya.

Angin malam mulai menyelinap masuk ke rumah sederhana itu. Suara hujan masih terdengar menderu pertanda hujan masih sangat deras.

Dari balik daun pintu terdengar suara orang mengetuk-ketuk.

“Ibu..,” sudah beberpa kali Jane mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam rumah. Jane yang sudah basah kuyup pun segera masuk. Dia tahu ibunya pasti sedang menunggu kehadirannya. Pintu depan rumahpun tidak dikunci, hal itu menandakan ibunya sudah tertidur. Jane melihat ibunya tertidur di sofa abu-abu.

Jane pun segera mengganti bajunya lalu mengambilkan selimut. Setelah mengenakan selimut pada ibunya jane pun duduk di kursi sampingnya. Arah tatapannya tak lepas dari sesosok yang sudah membesarkannya. “Ibu, kenapa ga tidur di kamar saja ? dari dulu ibu selalu begini. Di luarkan sedang hujan deras,” gumaman Jane hanya terdengar pias.

Hujan di luar pun semakin menjadi. Suara halilintar tak jua kalah dengan derasnya hujan malam itu.

Jane hanya bisa memandangi ibunya lekat-lekat. “Apa yang bisa ku perbuat sekarang ? keadaan sekarang sudah berbeda, aku jauh di sana sedangkan ibu ada disini hanya bersama bapak. Dan kenapa semuanya jadi begini.” Gumaman Jane semakin melemaskan badannya.

“Jane, sudah pulang, nak ?” suara itu terdengar lirih dari sampingnya.

“Ya bu, sudah sejaman yang lalu kok.” Tatapannya tetap sama. Seperti tatapan saat pertama kali melihat Jane di dunia ini. Senyum yang melekat erat dibibirnya menarik ingatannya tentang masa lalu.

Satu jam yang lalu. Tak banyak yang diinginkan oleh seorang Jane. Waktu seakan berlalu begitu saja, dan jane menginginkan itu tak terulang lagi.

Dapatkah aku mengurai akan hari

Dimana aku menatap ke depan, tuk diriku yang tetap ada

Untuk mereka

Masihkah awan yang gelap, meratap di atas

Meramu rasa akan kerinduan

Membiarkan setiap sel merasa

Sepenggal demi sepenggal kata muncul. Merangkai tanya dalam setiap helaan nafas. Siapakah aku ? apa yang diinginkan ibu dariku ?

Memejamkan mata menjadi pilihan. Membiarkan setiap aliran rasa bersalah mengalir dalam sistem otaknya. Perasaan yang membenarkan tentang apa yang telah terjadi.

~“When we love, we always strive to become better than we are. When we strive to become better than we are, everything around us becomes better too.” Paulo Coelho, The Alchemist

 

Kamis, 10 Januari 2013 0 komentar

Obrolan Berdua

Hari ini entah mengapa, tempat kecil ini sepi. Tak ada orang yang biasanya tiduran sambil main hape di tangannya. Sore ini, sepilas seperti senja yang hening. Hanya aku dan seperangkat komputer baru yang dijadikan inventaris dari fakultas. Keren memang komputernya, tapi sayang. Tak ada yang bisa diajak diskusi tentang ini dan itu di depan komputer ini. Yahh, duduk berdua, berhadap-hadapan dengan komputer. Nuansa romantis apa yang bisa ngebuat suasananya jadi kayak gini. Berdua. Ngobrol layaknya dihadapanku saat ini adalah seorang manusia yang manis (imajinasi akut). Dengan nuansa sinar senja yang merambat halus ke dalam ruangan ini. Rasa-rasanya aneh. Hmm...mungkin kurang dua cangkir moccacino panas, yang uapnya masih mengepul di wajah dan sepiring nasi goreng dengan telur ceplok di atasnya. Nahh loo, laper kan jadinya. Kebanyakan berimajinasi sih.

Mulai serius lagi. Aku mulai membayangkan, setahun kedepan sekre kecil ini jadi ramai. Entah ramai karena apa. Tapi aku hanya ingin sekre ini tetap ramai, ramai dengan segala aktivitas yang ada. Entah itu suara kalian atau bahkan kalian sering-sering datang ke sini. Banyak harapan memang untuk menghidupkan kembali sekre kecil ini. Hidup bukan hanya dari aktivitasaya saja, melainkan hidup untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang katanya ada untuk sekre ini. 

Ahh, kalian. Senyum-senyum kalian teramat dirindukan oleh ruangan ini. Ruangan ? aku apa ruangan ya ?. Ahh, sama saja. Mungkin aku hanya ingin kalian ada disini. Ngobrol dengan kalian kayaknya asik. 

Mungkin harus ada perubahan besar-besaran. Tapi ku rasa tidak sampai seperti itu. Kita mulai saja untuk percaya pada diri kita, bahwasannya kita adalah penggerak mimpi itu. Sebenarnya jika dikaitkan dengan tujuan  kita ada disini. Aku akui kita disini untuk kuliah. Waktu kita untuk belajar dan belajar. Tapi apa itu saja alasan kita ada disini. Waktu memang sering menjadi masalah bagi kita. Aku baru menyadari, ketika mulai memasuki ruangan ini setahun yang lalu. Kita seharusnya yang mengatur apa yang seharusnya kita lakukan saat waktu tertentu. Bukan kita yang harus melakukan sesuatu karena sudah waktunya. Sebenarnya kalau kita menyadari kitalah yang seharusnya mengatur nasib kita, karena semua nasib sudah diserahkan ke kita. Tinggal kita ingin seperti apa nasib kita saat ini dan selanjutnya. 

Setahun kepengurusan kedepan. Tak seubahnya nasib komputer baru ini. Bila tak bisa memanfaatkannya sebaik mungkin. Maka akan hanya menjadi hal yang apa adanya, pelengkap ornamen yang ada di ruangan ini. Setiap komponen ada. Sistem yang baru pun juga sangat mendukung untuk membuat karya-karya yang bagus. Yang kita butuhkan untuk merubahnya adalah keteradaan kita untuk keberadaan sekre kecil ini. Bukan hanya untuk mengembalikan eksistensinya saja, tapi bagaiman sekre ini mampu memiliki karya-karya yang berpengaruh pada lingkungan sekitar. Aku rasa kita mampu asalkan kita mau melakukannya.  

Aku percaya, kalau kalian akan sering-sering main ke sekre ini. Karena cerita dan cinta akan selalu mengisi perjalanan sekre kita.
 
;