Dalam hiruk pikuk manusia kini ada seorang yang merasa hening dalam dirinya. Kejadian-kejadian sekitar membuat dirinya terlibat sedikit dan tak jarang juga banyak. Hampir-hampir bagian kebahagiaannya diciptakan melalui kejadian-kejadian disana. Kejadian yang meliputi orang, tempat, cerita, dan rerasa. Banyak kalangan menganggap dirinya hilang dalam dunia yang diciptakannya sendiri. Tapi orang itu keliru, dia hilang dalam pencarian diri.
Apakah kini manusia menyadari dirinya sendiri? Siapakah dia? Ruang-ruang penciptaan imajinasi dibuatnya nyata. Dia mengeluarkan suara tawa dan tangis bebarengan. Siapa yang tahu itu? Siapa yang sadari? Manusia kemudian termakan pada monolog. Media yang ada dimana seharusnya ada untuk saling berdialog kini pun bias. Apakah mereka benar-benar berdialog atau hanya sekedar bermonolog untuk memenangkan egonya? Pun kini adakah orang yang mendengar untuk berbicara? Mendengar untuk memahami? Disekitarmu, sadarikah ada orang yang butuh bicara denganmu kini dan nanti.
Jadilah malam, dalam apa adanya dan ketiadaan
Malam yang mencekam, dingin dan penuh ketakutan
Jadilah malam, jika engkau inginkan ketenangan
Mengusir kebencian dan keriuhan
Jadilah malam..
Begitulah malam, didalamnya ada doa-doa sebelum tidur, dongeng yang diceritakan pada anaknya, dan kerinduan lekat pada sujud
Menjadi malam, dan menjadilah
Meski tak pernah mudah
Sejengkal pun
Terima kasih sudah mau menghempaskan diri untuk mendapatkan pemahaman baru. Sudah mau rela dikatakan yang tidak-tidak untuk hal semacam itu. Seperti halnya dikatakan depresi, meski memang seperti itu. Terima kasih sudah mau menanggalkan rambut gimbalnya dan menahan ego untuk memelihara sampai wisuda.
Sudah tahu kan rasanya? Rasa untuk melihat dunia secara utuh. Terima kasih sudah mau beli buku-buku yang katanya tidak jelas, tapi tetap saja mau membacanya. Terima kasih sudah mau terus melangkah, meski ada perih dimana-mana. Terima kasih sudah mau memahami keadaan orang lain dan mengesampingkan perasaan sendiri. Terima kasih sudah mau mencoba untuk istirahat meski susah melakukannya. Terima kasih sudah mau menyediakan sebagian waktu untuk orang lain walaupun tidak tahu tinggal seberapa.
Saat bertemu dengan cermin-cermin yang teramat bersih, maka kita bisa melihat diri kita sendiri. Ada yang menyukai bayangannya dan ada pula yang membencinya. Bagian terpenting dari hal ini adalah kesadaran setelah melihat dengan jelas. Lihat, dengar, dan rasakan.
Terima kasih sudah berbagi cerita ceria dongengnya.
Saat merasa yakin dan telah memahami bagaimana cara semesta bekerja, maka puncak pemahamanmu akan dihempaskan lagi. Rasa ragu mulai meracuni. Dan siap pula diri meringkuk pada kesendirian. Pemahaman demi pemahaman akan terus diperbaiki pada tiap fase, hingga tidak akan pernah lupa harus seperti apa menjalani kehidupan. Kehidupan yang menghidupkan.
Ada yang merindukan pertemuan hingga lupa bagaimana bersapa
Ada yang rindu bersapa hingga lupa bagaimana menata aksara
Ada yang rindu menata aksara hingga lupa bagaimana memulainya
Memulai pada akhirnya merujuk pada kosa kata penuh ketakutan
Hingga lupa selalu ada kata pertama disetiap bait cerita
Bahkan penyapa masih ingat cerita penuh rasa
Rasa yang terselip hingga lupa diterjemahkan oleh tersapa
Mungkin itulah cerita-cerita yang disebut dongeng
Karena pada akhirnya makna cerita hanya bersifat konon katanya
Dan akuilah aku yang bersuara lantang hingga kelak terjemahkan utuh
Berharap, masihkah engkau tersapa duduk-duduk memanivestasikan karakter dalam lakon utamanya
Masih menunggu hujan. Namun, sepertinya saya tidak tahu apakah nanti sudah siap kala benar datang? Semua perkara bumi dan langit. Sebagian berharap dan yang lainnya menentang.
Adalah hari ini saya menitip banyak pada hujan. Hujan yang akan menemani sepanjang perjalanan ke depan. Entah sampai tujuan atau tidak, saya siap tersesat di jalan.
Semuanya memiliki kemungkinan mutlak. Sesuatu yang harus terjadi maka akan terjadi. Lupakan perbedaan dan persamaan yang membentengi diri. Adakah masih utuh nurani mengetuk untuk engkau menjadi manusia.
Teruntuk kawan seperjuangan. Hari ini kalian sudah diwisuda ya? Selamat! Aku turut berbahagia. Kali ini mengenai hal yang tidak aku suka, yakni perkara perpisahan. Sudah bertahun-tahun kita berkawan, mulai dari ngopi bareng di angkringan, punya ide buat usaha, masuk organisasi, JJGJ tapi kalian sepertinya mau saja buat ngelakuin, hingga akhirnya kini aku akan mengucapkan 'selamat' kepada kalian. Kalian keren bisa lulus secepat ini, bangga rasanya bisa seangkatan dengan kalian. Barangkali tulisan ini bukan saja ditujukan pada yang lulus bulan ini, tapi pada seluruh kawan seangkatan yang katanya diatas rata-rata mungkin aku yang ada di rata-rata itu sebagai bukti aku belum lulus juga hingga detik ini.
Hey kalian, apa yang kalian lakukan setelah menginjak di dunia nyata nanti? Masihkah nanti suara-suara lantang dengan gaung idealisme itu aku dengar? Entah nanti kalian berada diposisi manapun. Kikuk memang rasanya bakalan berada di dunia dimana kita tidak tahu secara pasti apa saja yang akan terjadi. Tapi inilah asiknya hidup, kita bisa bebas memilih tapi tak bisa menghidar dari akibat yang akan datang. Selalu ada hal yang menantang didepan nanti, tapi bukankah kita akan selalu memilih menghadapinya dengan rasa optimis? Aku kenal kalian, kalian bukan tipe orang yang dengan mudah menyerah, kalian akan berbuat yang terbaik.
Adakah tahun-tahun nanti kita bisa berjumpa lagi? Bukan untuk pamer ini dan itu, tapi hanya sekedar berjumpa dengan kawan lama. Karena aku tahu pasti nanti akan ada kawan-kawan baru buat kalian begitu pun aku.
Kawan, jangan menyerah jika nanti kamu menemukan kesulitan dan rasa lelah. Ingat kembali rasa berkawan, nanti kau akan temui harapan. Jangan melawan, rapi berkawanlah dengan masa lalu, kini, dan masa depan. Hiduplah seutuh manusia. Harapan-harapan akan kalian nyata adanya. Nasehat ini buat aku juga yang harus segera lulus dan mendapatkan kesempatan seperti kalian semua. Kali ini waktu kalian, berbahagialah.
Segelap-gelapnya malam masih ada bintang mengangkasa
Sesunyi-sunyinya diri masih ada Tuhan yang menemani
Tak ada cahaya yang tertolak dari gelapnya bumi
Tak ada daratan yang menolak hujan dari pertentangan
Suara yang tak bersuara, bisakah engkau mendengarnya?
Cahaya, terlihatkah dari sudut mata manismu?
Telah ditentukan, momen termagis saat jemari kita bersentuhan
Akan ku rindu sampai saat itu datang
Akan ku tunggu ketidakrelaanmu kala kita berjarak
Kita tidak pernah tahu, pada jiwa seperti apa hati kita memilih
Memilih yang telah dipilihkan
Jiwa yang serupa mentari kah? Atau jiwa serupa bayang?
Semuanya indah, aku menyukai keduanya
Sekali lagi, tak usah lelah menunggu
Aku kan berlarian menuju dirimu
Aku ingin pulang. Hujan, bawa aku pulang.
Tuntunlah aku pulang, dari tepian jalan.
Hujan, tunjukkan aku arah pulang.
Hujan, bawa aku pulang lagi.
Aku ingin pulang.
Aku ingin pulang ke tempatmu.
Sebentuk rindu ingin memelukmu.