Kala malam aku mulai bertanya, bagaimana bintang-bintang dapat bertemu yang akhinya bermuara pada sunyi tapi mereka tetap masih bisa bersama.
Dalam sebuah pertemuan terkadang tak pernah ada kata sepakat untuk kita berjumpa lagi. Kau yang terlalu diam atau aku yang lebih senang membebaskan diri untuk mengagumi. Ketika pertemuan yang terasa dibuat-buat, sebenarnya peran sedang dimainkan. Tak lagi menjadi diri sendiri. Kadang terlalu sibuk pada cara bagaimana pertemuan terjadi, hingga melupakan keberadaan diri masing-masing yang sejatinya pertemuan merupakan perbedaan yang dimulai untuk saling mengenal.
Saat segala cara telah dicoba agar sebuah pertemuan terjadi, hingga jati diri tak laiknya bisa dibohongi. Ego bermain lebih besar dalam pusara pertemuan. Ketidak saling mengertian muncul diantaranya. Berbagai alasan menjadi persoalan.
Ketika pilihan telah ditancapkan, bagaimana bisa bermain dalam gelapnya selimut malam ? ah sayang, hitam tetap saja bisa dirasa dalam gelapnya mata memandang meski dicat berulang-ulang dengan kuas besar, karena bau kegelisahan tetap saja bisa tercium.
Sepertinya pertemuan rapuh dalam hal merasa. Pertemuan merupakan sebuah keniscayaan ketika diri membuka seluas-luasnya pemahaman.
Sesungguhnya yang harus menjadi pertanyaan dalam benak adalah kenapa pertemuan diharapkan kalau saja akhirnya diduakan. Bukankah pertemuan adalah kita ?