Rabu, 06 Februari 2013 0 komentar

When We Love

Dimanakah dirimu, nak ? tanya perempuan itu dalam hati. Sudah hampir 4 jam dia duduk di sofa ruang keluarga. Melamun dan kadang memejamkan matanya karena kelelahan. Dia, perempuan paruh baya yang sangat kuat. Meski cuaca di luar tengah tidak mendukung untuk kesehatannya, dia masih saja menunggu anaknya yang kuliah di luar kota. Jane, anak perempuan semata wayangnya tengah memberanikan diri untuk mencari ilmu di kota orang. Jane yang sekarang sudah tumbuh dewasa, berbeda saat usianya 15 tahun yang lalu. Saat itu dia kemana-mana masih suka takut kalau tidak ada ibu di dekatnya. Jane masih sangat suka dengan bubur kacang hijau yang tiap pagi selalu dibuatkan oleh ibunya. Sekarang ibunya sadar akan semua perubahan yang terjadi. Jane sudah dewasa, dia harus segera menentukan arah layar untuk mengarungi hidup yang semakin keras ini. Hari sudah semakin larut, dan perempuan itu masih saja duduk di tempat yang sama.

”Jane, cepatlah pulang ya, nak..,” katanya lirih pada lamunannya.

Angin malam mulai menyelinap masuk ke rumah sederhana itu. Suara hujan masih terdengar menderu pertanda hujan masih sangat deras.

Dari balik daun pintu terdengar suara orang mengetuk-ketuk.

“Ibu..,” sudah beberpa kali Jane mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam rumah. Jane yang sudah basah kuyup pun segera masuk. Dia tahu ibunya pasti sedang menunggu kehadirannya. Pintu depan rumahpun tidak dikunci, hal itu menandakan ibunya sudah tertidur. Jane melihat ibunya tertidur di sofa abu-abu.

Jane pun segera mengganti bajunya lalu mengambilkan selimut. Setelah mengenakan selimut pada ibunya jane pun duduk di kursi sampingnya. Arah tatapannya tak lepas dari sesosok yang sudah membesarkannya. “Ibu, kenapa ga tidur di kamar saja ? dari dulu ibu selalu begini. Di luarkan sedang hujan deras,” gumaman Jane hanya terdengar pias.

Hujan di luar pun semakin menjadi. Suara halilintar tak jua kalah dengan derasnya hujan malam itu.

Jane hanya bisa memandangi ibunya lekat-lekat. “Apa yang bisa ku perbuat sekarang ? keadaan sekarang sudah berbeda, aku jauh di sana sedangkan ibu ada disini hanya bersama bapak. Dan kenapa semuanya jadi begini.” Gumaman Jane semakin melemaskan badannya.

“Jane, sudah pulang, nak ?” suara itu terdengar lirih dari sampingnya.

“Ya bu, sudah sejaman yang lalu kok.” Tatapannya tetap sama. Seperti tatapan saat pertama kali melihat Jane di dunia ini. Senyum yang melekat erat dibibirnya menarik ingatannya tentang masa lalu.

Satu jam yang lalu. Tak banyak yang diinginkan oleh seorang Jane. Waktu seakan berlalu begitu saja, dan jane menginginkan itu tak terulang lagi.

Dapatkah aku mengurai akan hari

Dimana aku menatap ke depan, tuk diriku yang tetap ada

Untuk mereka

Masihkah awan yang gelap, meratap di atas

Meramu rasa akan kerinduan

Membiarkan setiap sel merasa

Sepenggal demi sepenggal kata muncul. Merangkai tanya dalam setiap helaan nafas. Siapakah aku ? apa yang diinginkan ibu dariku ?

Memejamkan mata menjadi pilihan. Membiarkan setiap aliran rasa bersalah mengalir dalam sistem otaknya. Perasaan yang membenarkan tentang apa yang telah terjadi.

~“When we love, we always strive to become better than we are. When we strive to become better than we are, everything around us becomes better too.” Paulo Coelho, The Alchemist

 

 
;