Dimanakah
dirimu, nak ? tanya perempuan itu dalam hati. Sudah hampir 4 jam dia duduk di sofa
ruang keluarga. Melamun dan kadang memejamkan matanya karena kelelahan. Dia,
perempuan paruh baya yang sangat kuat. Meski cuaca di luar tengah tidak
mendukung untuk kesehatannya, dia masih saja menunggu anaknya yang kuliah di
luar kota. Jane, anak perempuan semata wayangnya tengah memberanikan diri untuk
mencari ilmu di kota orang. Jane yang sekarang sudah tumbuh dewasa, berbeda
saat usianya 15 tahun yang lalu. Saat itu dia kemana-mana masih suka takut
kalau tidak ada ibu di dekatnya. Jane masih sangat suka dengan bubur kacang
hijau yang tiap pagi selalu dibuatkan oleh ibunya. Sekarang ibunya sadar akan
semua perubahan yang terjadi. Jane sudah dewasa, dia harus segera menentukan
arah layar untuk mengarungi hidup yang semakin keras ini. Hari sudah semakin
larut, dan perempuan itu masih saja duduk di tempat yang sama.
”Jane,
cepatlah pulang ya, nak..,” katanya lirih pada lamunannya.
Angin
malam mulai menyelinap masuk ke rumah sederhana itu. Suara hujan masih
terdengar menderu pertanda hujan masih sangat deras.
Dari
balik daun pintu terdengar suara orang mengetuk-ketuk.
“Ibu..,”
sudah beberpa kali Jane mengetuk pintu namun tak ada jawaban dari dalam rumah.
Jane yang sudah basah kuyup pun segera masuk. Dia tahu ibunya pasti sedang
menunggu kehadirannya. Pintu depan rumahpun tidak dikunci, hal itu menandakan
ibunya sudah tertidur. Jane melihat ibunya tertidur di sofa abu-abu.
Jane
pun segera mengganti bajunya lalu mengambilkan selimut. Setelah mengenakan
selimut pada ibunya jane pun duduk di kursi sampingnya. Arah tatapannya tak
lepas dari sesosok yang sudah membesarkannya. “Ibu, kenapa ga tidur di kamar
saja ? dari dulu ibu selalu begini. Di luarkan sedang hujan deras,” gumaman
Jane hanya terdengar pias.
Hujan
di luar pun semakin menjadi. Suara halilintar tak jua kalah dengan derasnya
hujan malam itu.
Jane
hanya bisa memandangi ibunya lekat-lekat. “Apa yang bisa ku perbuat sekarang ? keadaan
sekarang sudah berbeda, aku jauh di sana sedangkan ibu ada disini hanya bersama
bapak. Dan kenapa semuanya jadi begini.” Gumaman Jane semakin melemaskan
badannya.
“Jane,
sudah pulang, nak ?” suara itu terdengar lirih dari sampingnya.
“Ya
bu, sudah sejaman yang lalu kok.” Tatapannya tetap sama. Seperti tatapan saat pertama
kali melihat Jane di dunia ini. Senyum yang melekat erat dibibirnya menarik
ingatannya tentang masa lalu.
Satu
jam yang lalu. Tak banyak yang diinginkan oleh seorang Jane. Waktu seakan
berlalu begitu saja, dan jane menginginkan itu tak terulang lagi.
Dapatkah aku
mengurai akan hari
Dimana aku menatap
ke depan, tuk diriku yang tetap ada
Untuk mereka
Masihkah awan yang
gelap, meratap di atas
Meramu rasa akan kerinduan
Membiarkan setiap
sel merasa
Sepenggal
demi sepenggal kata muncul. Merangkai tanya dalam setiap helaan nafas. Siapakah
aku ? apa yang diinginkan ibu dariku ?
Memejamkan
mata menjadi pilihan. Membiarkan setiap aliran rasa bersalah mengalir dalam
sistem otaknya. Perasaan yang membenarkan tentang apa yang telah terjadi.
~“When
we love, we always strive to become better than we are. When we strive to
become better than we are, everything around us becomes better too.” Paulo
Coelho, The Alchemist
;